Tuesday, March 24, 2009

Tanggungjawab pada Pemimpin

Suatu hari di musim dingin, di teras sebuah gedung, seorang pelayan hampir beku kedinginan. Ia sedang menunggu tuannya —seorang bangsawan dan pemimpin sebuah organisasi— yang sedang mengikuti sebuah pertemuan. Meski dalam keadaan menggigil dan hampir tak kuat menahan dingin, sang pelayan berusaha mendekap kuat sandal tuannya di dada. Ia ingin agar sandal itu hangat dan nyaman saat dipakai tuannya. Ketika sang tuan melihat pengabdian pelayannya itu, ia sangat terharu dan berterimakasih dengan menaikkan jabatan si pelayan.

Sang pelayan adalah seorang laki-laki kurus kering, berbadan pendek, dengan kulit keriput, daun telinga besar, dan mata yang dalam. Orang-orang di sekitarnya menjulukinya ”Monyet.” Meski penampilannya tidak menarik dan tidak berpendidikan, ia sangat mengandi kepada tuannya.

”Aku selalu melaksanakan tugasku dengan sebaik-baiknya. Apa pun pekerjaan yang ditugaskan oleh pemimpinku -- tidak peduli seberapa remeh -- aku selalu memberikan yang terbaik,” demikian ucapnya. Tugas demi tugas dijalaninya dengan penuh dedikasi, hingga sulit dipercaya, sang pelayan rendahan itu di kemudian hari menjadi seorang penguasa Jepang (shogun). Dialah Toyotomi Hideyoshi, yang hampir di sepanjang kariernya mengabdi kepada Lord Nobunaga. Shogun Hideyoshi adalah pemimpin yang sangat luar biasa dalam sejarah Jepang. Ia lahir tahun 1536 dari sebuah keluarga petani miskin di Nagoya.

Saat itu adalah puncak masa kekacauan Jepang, masa ketika kemampuan bertarung manjadi satu-satunya syarat untuk berkarier di dunia militer. Toh, meski tanpa kemampuan bela diri, ia melesat menjadi pemimpin tertinggi negeri sekaligus berhasil menyatukan Jepang. Ia menjadi satu-satunya penguasa feodal yang naik ke puncak kekuasaan bukan karena silsilah.
Melihat latar belakangnya, sepertinya mustahil bagi Hideyoshi untuk naik ke puncak kekuasan. Namun pengabdian dan tanggungjawab pada pimpinannya membuat ia menjadi seorang yang sukses menaiki tangga kepemimpinan. ”Daripada mencari kesempurnaan diri sendiri, aku mengabdikan diri setiap hari pada pimpinanku,” demikian prinsipnya.

Kisah tersebut mengingatkan akan pengabdian seorang pemuda yang menggantikan pimpinan yang nyawanya sedang di ujung tanduk. Rumahnya sudah dikepung oleh sekelompok orang bertombak dan berpedang tajam. Sang pemimpin meminta pemuda belia itu untuk tidur di tempat tidurnya untuk mengecoh pengepung. “Tidurlah di tempat tidurku, dan pakailah mantel hadramiku!” kata lelaki itu sebelum meninggalkan rumah tersebut menuju sebuah tempat yang cukup jauh.

Meski suasana saat itu cukup mencekam, pemuda itu mengangguk taat, tak tampak rasa gentar di guratan wajahnya. Ia kenakan mantel hadrami berwarna hijau itu, kemudian berbaring dengan tenang di tempat tidur pemimpinnya. Ia melakukan tugasnya dengan penuh rasa tanggungjawab, meski di luar rumah seratus pedang terhunus siap menumpahkan darahnya. Pemuda tesebut adalah Ali bin Ali Thalib yang sangat menyintai pemimpinnya, Rasulullah saw. Di kemudian hari, Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah saw.

Dedikasi dan tanggungjawab pada pimpinan, menurut Shogun Hideyoshi, merupakan kunci sukses. Menurut dia, pengabdian pada orang lain akan berbalik menguntungkan sang pengabdi sampai ratusan kali lipat. ”Dedikasikan dirimu pada pemimpinmu. Hanya pengikut yang berdedikasi, yang bisa mencapai tampuk kepemimpinan.”

Kisah-kisah di atas memberi inspirasi bahwa ketika seseorang melaksanakan tanggungjawab dan melayani pemimpinnya sepenuh hati, maka itu akan menuntunnya untuk menjadi pemimpin. Hideyoshi dan Ali bi Abi Thalib adalah sebagian kecil yang membuktikan hal itu.

| Ary Ginanjar Agustian |
| http://esqmagazine.com/artikel-detail.php?id=767 |

Comments :

0 comments to “Tanggungjawab pada Pemimpin”

Post a Comment

 

Copyright © 2009 by Tips Hidup Sukses